Oleh : Fajri
Wallahu a’lamu bishshawab
Banda Aceh, oktober 2015
Sedikit menelaah mengenai firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 13 "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal”. Indahnya perbedaan difirmankan dengan sapaan yang sejuk, membuat para hamba semestinya memahami benar kesejukan itu. Sulit dibayangkan apabila perbedaan itu tidak ada. Semua rupa sama, seragam, rapi, dan beraturan. Apa yang akan terjadi dengan kesamaan ini? bolehjadi akan berjalan secara statis.
Belakangan ini sering terjadi perselisihan yang dilatarbelakangi oleh perbedaan persepsi dan cara pandang. Perselisihan yang tak jarang
berujung pada pertikaian, baik dalam bentuk lisan maupun fisik. Sering kali pertikaian bersumber dari hal-hal yang sebenarnya bersifat ijtihadiyah, namun karena minimnya pengetahuan tentang bagaimana memaknai perbedaan dan tingginya ego, sehingga membuat pertikaian tersebut pun semakin menjadi-jadi, ditambah lagi dengan adanya beberapa propokasi yang semakin memanaskan suasana.
berujung pada pertikaian, baik dalam bentuk lisan maupun fisik. Sering kali pertikaian bersumber dari hal-hal yang sebenarnya bersifat ijtihadiyah, namun karena minimnya pengetahuan tentang bagaimana memaknai perbedaan dan tingginya ego, sehingga membuat pertikaian tersebut pun semakin menjadi-jadi, ditambah lagi dengan adanya beberapa propokasi yang semakin memanaskan suasana.
Betapa memalukan ketika yang memiliki ilmu yang pas-pasan dan belum tentu diamalkan, berdebat dengan hal-hal yang sebenarnya bukan prioritas. Seakan terlena dibuatnya, perdebatan yang terkadang hanya sekedar untuk show of wawasan pengetahuan. Padahal berabad-abad lalu ulama-ulama besar seperti Abu Hanifah An Nu’man, Malik bin Anas, Asy-syafi’i, Ahmad ibn Hanbal tidak jarang menemui titik perbedaan diantara mereka, namun mereka menanggapinya begitu hangat. Seperti dengan berkata “Saya menyukai pendapat ini, saya cenderung meninggalkan itu”, bahkan tak jarang mereka mengatakan “Saya tidak tahu” karena kehati-hatian dan nilai ketaqwaan yang tinggi terhadap sang khaliq.
Kehati-hatian dari para ulama tersebut hendaknya dapat menjadi teladan dalam kehidupan. Tentunya harus dimulai dari diri sendiri khususnya bagaimana belajar untuk menyikapi perbedaan, yang kemudian dapat ditularkan kepada orang lain. Sehingga tidak ada lagi perbedaan yang berbuah pertikaian. Dengan demikian, semestinya perbedaan menjadi suatu sarana yang dapat memperluas pengetahuan, mengajarkan rasa toleransi, dan mempererat persaudaraan.
Banda Aceh, oktober 2015

ConversionConversion EmoticonEmoticon